Pandangan Hidup Sebagai Orientasi Tindakan atau Berperilaku Hidup
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah mahluk hidup ciptaan Tuhan yang paling tinggi
derajatnya. Dikarenakan manusia memiliki akal, pikiran dan rasa. Ketiga
kekayaan manusia inilah yang membuat manusia disebut sebagai Khalifah di bumi
ini. Tuntutan hidup manusia lebih daripada tuntutan hidup makhluk lainnya yang membuat
manusia harus berpikir lebih maju untuk memenuhi kebutuhan atau hajat hidupnya
di dunia, baik yang bersifat jasmani maupun rohani. Dari proses ini maka
lahirlah apa yang disebut kebudayaan dan pandangan terhadap hidup.
Jadi pandangan terhadap hidup ini adalah segala sesuatu yang
dihasilkan oleh akal budi manusia. Pandangan hidup dapat menjadi pegangan,
bimbingan dan tuntutan seseorang ataupun masyarakat dalam menempuh kehidupan.
Oleh karena itu, dalam kehidupan dunia dan akhirat pandangan hidup seseoranglah
yang menentukan akhir hidup mereka sendiri. Selain itu Pandangan hidup juga
tidak langsung muncul dalam masyarakat, melainkan melalui berbagai proses dalam
kehidupan. Dalam perkembangan seorang manusia itulah proses dalam menemukan
jati diri atau pandangan hidupnya.Mulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa.
Dalam penemuan pandangan hidup tersebut, tidak lepas juga dengan
pendidikan. Manusia mengetahui tentang hakikat hidup dan sebagainya adalah
berasal dari pendidikan. Oleh karena itu jika kita membahas tentang pandangan
hidup, tidak boleh lepas dari pendidikan. Karena dengan pendidikan manusia
dapat berpikir lebih kedepan mulai dari kehidupan baik lahir maupun batin.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pandangan hidup
Setiap manusia mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup itu bersifat kodrati
karena ia menentukan masa depan seseorang. Pandangan hidup artinya pendapat
atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup di
dunia. Pendapat atau pertimbangan itu merupakan hasil pemikiran manusia
berdasarkan pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya. Dengan
demikian pandangan hidup itu bukanlah timbul seketika atau dalam waktu yang
singkat saja, melainkan melalui proses waktu yang lama dan terus menerus,
sehingga hasil pemikiran itu dapat diuji kenyataannya. Hasil pemikiran itu
dapat diterima oleh akal, sehingga diakui kebenarannya. Atas dasar itu manusia
menerima hasil pemikiran itu sebagai pegangan, pedoman, arahan, atau petunjuk
yang disebut pandangan hidup.
Pandangan hidup berdasarkan asalnya yaitu
terdiri dari 3 macam :
1. Pandangan hidup yang berasal dari agama
yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya.
2. Pandangan hidup yang berupa ideology yang
disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang terdapat pada suatu Negara.
3.
Pandangan hidup hasil renungan yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya.
Apabila pandangan hidup itu diterima oleh
sekelompok orang sebagai pendukung suatu organisasi, maka panandangan hidup itu
disebut ideology. Pandangan hidup pada dasarnya mempunyai unsure unsur yaitu :
cita-cita, kebajikan, usaha, keyakinan/kepercayaan. CIta-cita ialah apa yang
diinginkan yang mungkin dapat dicapai dengan usaha atau perjuangan. Tujuan yang
hendak dicapai ialah kebajikan, yaitu segala hal yang baik yang membuat manusia
makmur, bahagia, damai, tentram. Usaha atau perjuangan adalah kerja keras yang
dilandasi keyakinan/kepercayaan. Keyakinan/kepercayaan diukur dengan kemampuan
akal, kemampuan jasmana, dan kepercayaan kepada Tuhan.
Langkah-langkah berpandangan hidup yang baik :
1. mengenal
2. mengerti
3. menghayati
4. meyakini
5.
mengabdi
6.
mengamankan
2.2 Orientasi tindakan atau berperilaku hidup manusia
Secara fungsional sistem nilai
ini mendorong individu untuk berperilaku seperti
apa yang ditentukan. Mereka percaya, bahwa
hanya dengan berperilaku seperti itu mereka akan berhasil (Kahl,
dalam Pelly:1994). Sistem nilai itu menjadi pedoman yang melekat erat secara
emosional pada diri seseorang atau sekumpulan orang, malah merupakan tujuan
hidup yang diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah sistem nilai manusia
tidaklah mudah, dibutuhkan waktu. Sebab, nilai – nilai tersebut merupakan
wujud ideal dari lingkungan sosialnya.
Dapat pula dikatakan bahwa sistem
nilai budaya suatu masyarakat
merupakan wujud konsepsional dari
kebudayaan mereka, yang seolah – olah berada diluar dan di atas para individu
warga masyarakat itu.
Ada lima masalah pokok kehidupan
manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan secara universal. Menurut
Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima masalah pokok tersebut adalah: (1) masalah
hakekat hidup, (2) hakekat kerja atau karya manusia, (3) hakekat kedudukan
manusia dalam ruang dan waktu, (4) hakekat hubungan manusia dengan alam
sekitar, dan (5) hakekat dari hubungan manusia dengan manusia sesamanya.
Berbagai
kebudayaan mengkonsepsikan masalah
universal ini dengan berbagai variasi
yang berbeda – beda. Seperti masalah
pertama, yaitu mengenai hakekat hidup manusia. Dalam banyak
kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Budha misalnya, menganggap hidup itu
buruk dan menyedihkan. Oleh karena itu pola kehidupan masyarakatnya berusaha
untuk memadamkan hidup itu guna mendapatkan nirwana,
dan mengenyampingkan segala
tindakan yang dapat menambah rangkaian hidup kembali
(samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10). Pandangan seperti ini
sangat mempengaruhi wawasan dan makna
kehidupan itu secara keseluruhan. Sebaliknya banyak kebudayaan yang
berpendapat bahwa hidup itu baik. Tentu konsep – konsep kebudayaan yang berbeda
ini berpengaruh pula pada sikap dan wawasan mereka.
Masalah kedua mengenai hakekat
kerja atau karya dalam kehidupan. Ada kebudayaan yang memandang bahwa kerja itu
sebagai usaha untuk kelangsungan hidup (survive) semata. Kelompok ini kurang
tertarik kepada kerja keras. Akan tetapi ada juga yang menganggap kerja untuk
mendapatkan status, jabatan dan kehormatan. Namun, ada yang berpendapat bahwa
kerja untuk mempertinggi prestasi. Mereka ini berorientasi kepada prestasi
bukan kepada status.
Masalah ketiga mengenai orientasi
manusia terhadap waktu. Ada budaya yang memandang penting masa lampau, tetapi
ada yang melihat masa kini sebagai focus usaha dalam perjuangannya. Sebaliknya
ada yang jauh melihat kedepan. Pandangan yang berbeda dalam dimensi waktu ini
sangat mempengaruhi perencanaan hidup masyarakatnya.
Masalah keempat berkaitan dengan
kedudukan fungsional manusia terhadap alam. Ada yang percaya bahwa alam itu
dahsyat dan mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya ada yang menganggap alam
sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dikuasai manusia. Akan tetapi, ada
juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan dengan alam. Cara pandang
ini akan berpengaruh terhadap pola aktivitas masyarakatnya.
Masalah kelima menyangkut
hubungan antar manusia. Dalam banyak kebudayaan hubungan ini tampak dalam
bentuk orientasi berfikir, cara bermusyawarah, mengambil keputusan dan
bertindak. Kebudayaan yang menekankan hubungan horizontal (koleteral) antar
individu, cenderung untuk mementingkan hak azasi, kemerdekaan dan kemandirian
seperti terlihat dalam masyarakat – masyarakat eligaterian. Sebaliknya
kebudayaan yang menekankan hubungan vertical cenderung untuk mengembangkan
orientasi keatas (kepada senioritas, penguasa atau pemimpin). Orientasi ini
banyak terdapat dalam masyarakat paternalistic (kebapaan). Tentu saja pandangan
ini sangat mempengaruhi proses dinamika dan mobilitas social masyarakatnya.
Inti permasalahan disini seperti
yang dikemukakan oleh Manan dalam Pelly (1994) adalah siapa yang harus
mengambil keputusan. Sebaiknya dalam system hubungan vertical keputusan dibuat
oleh atasan (senior) untuk semua orang. Tetapi dalam masyarakat
yang mementingkan kemandirian individual, maka
keputusan dibuat dan diarahkan kepada masing – masing individu.
Pola orientasi nilai budaya yang
hitam putih tersebut di atas merupakan pola yang ideal untuk masing – masing
pihak. Dalam kenyataannya terdapat nuansa atau variasi antara
kedua pola yang ekstrim itu yang
dapat disebut sebagai pola transisional. Kerangka Kluckhohn
mengenai lima masalah dasar dalam hidup yang menentukan orientasi nilai budaya
manusia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Skema
Kluckhohn: Lima Masalah Dasar Yang Menentukan Orientasi
Nilai Budaya Manusia
Nilai Budaya Manusia
Masalah Dasar Dalam Hidup
|
Orientasi Nilai Budaya
|
||
Konservatif
|
Transisi
|
Progresif
|
|
Hakekat Hidup
|
Hidup itu buruk
|
Hidup itu baik
|
Hidup itu sukar tetapi harus diperjuangkan
|
Hakekat Kerja/karya
|
Kelangsungan hidup
|
Kedudukan dan kehormatan / prestise
|
Mempertinggi prestise
|
Hubungan Manusia Dengan Waktu
|
Orientasi ke masa lalu
|
Orientasi ke masa kini
|
Orientasi ke masa depan
|
Hubungan Manusia Dengan Alam
|
Tunduk kepada alam
|
Selaras dengan alam
|
Menguasai alam
|
Hubungan Manusia Dengan Sesamanya
|
Vertikal
|
Horizontal/ kolekial
|
Individual/mandiri
|
BAB III
3.1 KESIMPULAN
Orientasi atau focus dari nilai budqaya adalah untuk membahas
dan juga menyelesaikan 5 permasalahan dalam hidup yaitu (1) masalah hakekat
hidup, (2) hakekat kerja atau karya manusia, (3) hakekat kedudukan manusia
dalam ruang dan waktu, (4) hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar, dan
(5) hakekat dari hubungan manusia dengan manusia sesamanya.
Tindakan
nilai merupakan hal asasi yang terpenting untuk menentukan sesuatu baik atau
buruk. Kalau hal ini sudah jelas maka kita akan bisa berkata perbuatan saya
salah atau perbuatan saya baik, maka berdosalah saya jika demikian dan
berpahalalah tindakan saya jika demikian. Islam menekankan setiap tindakan
harus dilandasi niat lillahita’ala (karena Allah ta’ala) untuk membedakan
tindakan etis selain Allah, sehingga jika tidak dilandasi niat karena Allah,
maka perbuatannya tidak diterima oleh Allah Swt.
Sesungguhnya
segala perbuatan itu disertai niat. Dan seseorang diganjar sesuai dengan
niatnya (HR Bukhari Muslim)
3.2 REFERENSI
http://desyandri.wordpress.com/2008/12/24/sistem-nilai-dalam-kehidupan-manusia/ Diunduh pada Tanggal 21 Juli 2014
http://wirasaputra.wordpress.com/2011/10/13/nilai-budaya-sistem-nilai-dan-orientasi-nilai-budaya/ Diunduh Pada Tanggal 21 Juli 2014
http://dhanie-zone.blogspot.com/2013/04/ilmu-budaya-dasar-dalam-pandangan-hidup.html
Dinduh Pada Tanggal 21 Juli 2014
0 komentar:
Posting Komentar